Senin, 25 Mei 2009

Tetesan air Mata Andi Djemma dan Lesangi ; Kado Tercinta untuk Luwu Utara

Mengawali tulisan ini, penulis lebih awal menyampaikan alasan kenapa tulisan ini mengambil judul seperti yang ada diatas. Alasan yang pertama adalah sebagai kado persembahan untuk daerah tercinta yaitu Luwu Utara, yang kedua dan paling penting adalah bentuk pengejewantahan dan penghayatan dari dua Tokoh Pejuang Tana Luwu yang ada diatas yang penulis berani mengasumsikan bahwa apa yang menjadi perjuangan dan harapan beliau kini tinggal cerita dongeng belaka. Tana Luwu yang dalam literatur sejarah adalah merupakan sebuah kawasan yang masyarakatnya sangat homogen, baik agama, bahasa, maupun adat istiadat. Dan perlu menjadi catatan kita bersama bahwa sejarahpun mencatat, Kerajaan Luwu merupakan daerah yang ada di Sulawesi Selatan yang pertama kali mengikrarkan diri untuk bergabung dengan Negara Kesatuan Repubik Indonesia (NKRI) dibawa nahkoda seorang Raja yang sangat bijaksana yaitu Datu Andi Djemma. Begitupun dengan tokoh yang sangat populer dikalangan masyarakat Masamba, yaitu Lesangi, yang dalam ceritanya digambarkan sebagai seorang pejuang yang sangat gigih dan rela berkorban demi kemerdekaan dan harga diri daerah yang dicintainya yaitu Masamba.Dari sedikit gambaran yang ada diatas, sudah kewajiban kita masyarakat Tana Luwu melirik kembali jauh kebelakang dari apa yang menjadi amanah sejarah dari para pendahulu kita terkhusus dari dua Tokoh Pejuang Tana Luwu yang ada diatas. Rasa patriotisme, rela berkorban, nasionalisme dan senasib sepenanggungan yang mereka titipkan kepada kita, mestinya menjadi sebuah amanah mulia dan suci yang mesti dipikul dan ditransformasikan dalam kehidupan kita sehari - hari. Pertanyaanya adalah sudah sejauh mana kita berbuat dan berinteraksi dengan masyarakat dan lingkungan kita seperti yang mereka harapkan? Yang penulis khawatirkan adalah jangan sampai kebesaran nama dan perjuangan kedua Tokoh Tana Luwu tersebut hanya tinggal simbol belaka, tanpa sebuah proses aktualisasi dari apa yang mereka titip dan amanahkan kepada kita.Kemudian daripada itu, penulis ingin sedikit mencoba mengsingkronkan hal tersebut diatas dengan kondisi hari ini dengan momentum Hari Jadi yang ke – 10 Kabupaten Luwu Utara. Mengawali cerita tersebut, berangkat dari sebuah dogma yang sangat popular dikalangan masyarakat bahwa pemekaran wilayah adalah merupakan syarat utama untuk membentuk tatanan masyarakat yang sejahtera. Hal inilah yang menjadi alasan beberapa tokoh di Tana Luwu untuk memekarkan dan membentuk kabupaten Luwu Utara menjadi kabupaten baru dari kabupaten induknya yakni kabupaten Luwu. Toh dengan umur 10 tahun sekarang, kabupaten Luwu Utara masih banyak menyimpan pertanyaan, terutama penulis sendiri.Dengan asumsi otonomi daerah, kemandirian dan kesejahteraan masyarakat ternyata hari inipun masyarakat Luwu Utara secara umum belum bisa merasakan hal tersebut. Hal tersebut bisa dibuktikan dengan mata kepala sendiri, masyarakat Luwu Utara secara umum bisa merasakan dan membandingkan, bagaimana tatanan kehidupan dan kesejahteraan masyarakat 10 tahun yang lalu dengan sekarang, misalnya dulunya Malangke terkenal dengan jeruk manisnya, hampir seluruh kecamatan menghasilkan padi yang lumayan, hasil kakao yang cukup membantu kesejahteraan masyarakat secara umum, dan yang paling mengkhawatirkan adalah kondisi sungai Rongkong yang sampai hari ini masih menjadi ancaman bagi masyarakat disekitar Sabbang, Baebunta, sampai Malangke, yang kalau dihitung – hitung bisa mencapai 408 Milyar pertahun kerugian yang dialami Masyarakat, dengan asumsi 2 juta per Hektar x 17 ribu Hektar lahan perbulan. Dan secara umum penulis bisa mengasumsikan bahwa Banjir permanen yang diakibatkan oleh Sungai Rongkong sudah mencapai sekitar 6,3 Triliun selama 17 tahun sampai sekarang, yang secara ekonomi masyarakat petani sangat dirugikan. Belum lagi dengan kondisi beberapa daerah di Luwu Utara yang masih terisolir sampai hari ini, yaitu Kecamatan Seko dan Rampi. Sedangkan kita ketahui bersama bahwa kedua daerah tersebut menyimpan banyak kekayaan, misalnya Kopi, Padi, dan yang paling menjadi incaran para investor adalah kandungan alam yang tersimpan sampai sekarang yang ada di daerah tersebut, dilain sisi, sampai sekarang belum ada upaya yang maksimal dan serius dari Pemerintah setempat untuk membuka akses transportasi yang bisa menunjang proses perekonomian dan komunikasi masyarakat yang ada disana, dan ironisnya lagi, Bandar Udara yang dibangun dikedua daerah tersebut belum bisa memberikan dampak perekonomian yang berarti bagi masyarakat secara umum, padahal dilain sisi, Seko merupakan Kecamatan yang paling luas wilayahnya di Provinsi Sulawesi Selatan, yang seyogyanya, dengan kawasan yang luas tersebut, bisa memberikan kontribusi Pendapatan Daerah yang cukup jika dikelola dengan baik, sama seperti daerah Malangke, pernah menjadi icon Luwu Utara sebagai penghasil Jeruk Manis dari kawasan Indonesia bagian Timur, kurang lebih 12 Km akses jalan dari Ibu Kota Kabupaten Masamba, yang merupakan urat nadi perekonomian masyarakat Petani yang ada di Malangke. Dan yang menarik lagi adalah, visi operasional Kabupaten Luwu Utara yaitu Kakao Terbarik 2010, yang sampai sekarang belum jelas indikasinya seperi apa. Kekhwatiran kita adalah jangan sampai ini hanya menjadi boneka untuk meninabobokan masyarakat Luwu Utara, yang secara umum notabenenya hampir 75 % menggantungkan hidupnya sebagai Petani. Indikatornya adalah dengan melihat program dari visi tersebut, yang sampai sekarang kejadian dilapangan, masyarakat belum bisa merasakan secara optimal dari apa yang dijanjikan oleh Pemerintah Daerah. Penulis juga tidak ingin melihat persoalan ini secara mikro, tapi kondisi riil dilapangan, bahwa sampai sekarang, sudah banyak dikalangan Petani Kakao yang menebang habis pohon kakao tersebut dengan alasan sudah tidak produktif, kalaupun sekarang, sebagian dari Petani mengambil langkah alternative dalam rangka penanganan wabah penyakit yang menyerang hampir keseluruhan lahan Kakao yang ada di Luwu Utara dengan melakukan langkah alternative sementara yaitu sambung samping, namun hal ini tidak bisa dijadikan sebagai pegangan masyarakat Petani Kakao karena hasil penelitian membuktikan bahwa sambung samping hanya bisa produksi secara maksimal sampai umum sekitar 5 Tahun, jadi mesti ada peremajaan total yang dilakukan oleh Petani Kakao secara menyeluruh. Dilain sisi, kakao bisa produksi bila ditanam dengan bibit yang baru sekitar umur 3,5 Tahun, pertanyaannya adalah apakah visi Operasinal Luwu Utara Kakao Terbaik 2010 bisa terealisasi? Semua itu penulis kembalikan kepada seluruh masyarakat Luwu Utara, baik Legislatif, Eksekutif, maupun Steakholder yang ada di Luwu Utara serta masyarakat secara umum, karena ini merupakan tanggungjawab kita bersama demi mencapai tatanan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. Kemudian daripada itu, dari sekian banyak indikator yang ada diatas, penulis sekedar untuk mengingatkan kepada kita semua dan penulis sendiri bahwa dengan umur yang sudah cukup tua, sudah semestinya kita bercermin dan melirik jauh kebelakang, dengan potensi SDM dan SDA yang selalu dibangga – banggakan oleh Eksekutif, selayaknya ditinjau ulang secara konsisten, legowoh, dan komit. Karena dilain sisi yang secara jelas dirasakan oleh hampir seluruh Masyarakat Luwu Utara, sampai hari inipun penulis berani katakana bahwa kondisi masyarakat secara umum masih sangat memprihatinkan. Ada beberapa hal yang ingin menjadi refleksi kita semua, antara lain adalah : Belum adanya beckapan yang matang dan konsisten dari Pemerintah Kabupaten Luwu Utara dalam mengawal setiap program yang dikeluarkan, sehingga praktis dilapangan terjadi ketimpangan pengelolaan. Pengelolaan perencanaan keuangan anggaran Pemerintah Kabupaten Luwu Utara belum terkelola dengan baik dan efektif kepada masyarakat sehingga perekonomian masyarakat secara umum masih memprihatinkan. Tidak adanya kerjasama yang baik antara Legislatif dan Eksekutif di Kabupaten Luwu Utara sehingga membias menjadi pola politik yang pincang dan kelihatannya ada dominasi satu pihak dan kelompok. Transformasi program Pemerintah Kabupaten Luwu Utara terhadap Masyarakat secara umum belum maksimal sehingga menghasilkan masyarakat yang Lata akan kondisi disekitarnya. Pengelolaan jaringan internet, yang penulis anggap sebagai sebuah pemborosan anggaran dengan mengindahkan kondisi sumber daya manusia dan pendapatan daerah yang minim, mestinya ada keseimbangan antara pola kebutuhan dengan dengan SDM mayarakat disekitarnya. lebih parah adalah, kondisi perpolitikan di Luwu Utara cenderung ada dominasi dan tekanan dari beberapa Tokoh, ini bisa dibuktikan dengan menyaksikan proses Pemilu legislatif yang sangat mengkhawatirkan dan memprihatinkan baru – baru.Dari gambaran tersebut, penulis hanya berpesan kepada semua kalangan Masyarakat Luwu Utara bahwa jangan sampai kita menjadi pengecut, penjilat, buaya darat, bunglon dan diktator di Tana kelahiran sendiri, dengan mengindahkan persoalan dan penderitaan yang dirasakan Rakyat secara bersama, kasihan Andi Jemma dan Lesangi, ternyata hanya dijadikan sebagai simbol belaka, tanpa mengaktualisasikan apa yang menjadi perjuangan beliau. (ibrahim umar)

Jumat, 13 Maret 2009

pendidikan untuk siapa???

“ setiap warga negara berhak mendapat pendidikan” (pasal 31 ayat (1))

Sesuai dengan isi pasal diatas sudah sangat jelas bahwa semua warga negara berhak untuk mendapatkan pendidikan artinya tidak ada seorangpun yang tidak berhak.Kalau berbicara ideal pasti semua akan mendapatkannya tanpa terkecuali tapi apakah pada realitanya semua warga negara indonesia dapat merasakan pendidikan?

Saya pikir kita semua akan setuju kalau sesungguhnya masih banyak orang yang belum bisa merasakan pendidikan bukan hanya dibangku kuliah akan tetapi kondisi yang ironis adalah banyak dari kita yang tidak bisa merasakan pendidikan dasar (sampai tingkat SLTP) seperti yang dicanangkan pemerintah. Pernahkah kita bayangkan puluhan juta anak dinegara kita putus sekolah? Menurut data resmi di Komnas Perlindungan Anak di 33 provinsi tahun 2007 jumlah anak putus sekolah mencapai 11,7 juta jiwa dan jumlah itu pasti sekarang meningkat mengingat keadaan ekonomi yang memburuk akibat krisis global.

“ Setiap warga negara WAJIB mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah WAJIB membiayainya” (pasal 31 ayat 2 UUD)

Pasti sangat menggelitik ketika baca ayat (2) dari pasal 31 UUD 1945, dimana ada kata wajib di dua arah. Yang pertama kewajiban bagi warga negara untuk mengikuti pendidikan dan yang kedua kewajiban pemerintah membiayainya. Kalau sudah wajib berarti tak ada alasan untuk anak bangsa tidak mengenyam pendidikan dan tak ada alasan pemerintah untuk tidak membiayai pendidikan warga yang tidak mampu. Lalu seperti apa pelaksanaannya?

Ada sebuah judul buku yang miris tapi saya lupa siapa pengarangnya “orang miskin dilarang sekolah” benarkah seperti itu? sudah tersistemkah jika sekarang pendidikan hanya untuk orang kaya atau memang sudah realitanya seperti itu orang miskin tidak mampu untuk mengeyam pendidikan? Sungguh keadaan yang menyedihkan tapi terjadi dinegara kita, negara yang notabene kaya raya dengan kekayaan alamnya. Coba kita intip secara kasat mata saja, apakah memang benar seperti itu keadaannya? YA saya pikir untuk sekarang memang seperti itu, pendidikan mahal meskipun dicanangkan pendidikan gratis bagi orang kurang mampu, sudah ada BOS (Bantuan Operasional Sekolah), dll, tapi solusikah itu? Belum, Karena bantuan yang diberikan masih kurang terasa karena pihak sekolah malah mengeluarkan aturan-aturan baru untuk menarik biaya lainnya, yang gratis biaya SPP tiap bulan sedangkan biaya-biaya lainnya sebagai pelengkap, misalnya buku dan lainnya jauh lebih besar, yang akhirnya banyak yang menentukan pilihan untuk tidak mengenyam bangku sekolah. Hal itu baru baru terjadi untuk pendidikan dasar lebih gila saat kita melihat biaya diperguruan tinggi, pasca dikeluarkannya UU BHP (Badan Hukum Pendidikan) disinyalir UU No. 9 th. 2009 ini justru mengarah pada komersialisasi pendidikan, dan memang benar yang terjadi biaya diperguruan tinggi makin melejit mahalnya. Mungkin tepat kalau orang miskin dilarang sekolah apalagi untuk punya cita-cita tinggi, jadi dokter misalnya cuma akan jadi khayalan karena sekarang tidak cuma bisa modal pintar tapi harus jg modal uang yang banyak.

Lalu salah siapa saat seperti ini? Sulit memang kita akan menunjuk kesiapa, semua akan lebih mudah untuk cuci tangan. Akan tetapi jika kita berpegang pada aturan dasar maka kita harus membaca kembali pasal 33 ayat (2) UUD 1945 bahwa ada yang mempunyai kewajiban mutlak disana yaitu pemerintah. Jika sudah wajib berarti jika tidak dijalankan berarti mengkhianati UUD 1945 atau memang kewajiban itu hanya sebuah tulisan saja yang tidak akan pernah dijalankan dan benarkah kita sudah terbiasa untuk tidak menjalankan konstitusi yang ada? Ironis memang yang terjadi di negara kita.

Pasal 31 ayat (4) UUD 1945 dinyatakan bahwa “Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional”. Luar biasa bukan sebenarnya konstitusi telah mengaturnya? Mengingat banyak kebutuhan lain yang harus dianggarkan oleh negara untuk sektor lainnya. Pertanyaannya kemudian sudahkan 20% tersebut dilaksanakan? APBN-P 2008 hanya mengalokasikan 15,6% dari yang seharusnya minimal 20% dari anggaran Negara. Nilai tersebut jauh dari aturan yang ada belum kalau terjadi kebocoran-kebocoran dana, akan jadi berapa persen kemudian.

UUD 1945 adalah dasar hukum yang bersifat imperatif atau perintah yang harus dilaksanakan serta tidak bisa dielakkan artinya mau tidak mau apa yang tertuang didalamnya harus dilaksanakan.

Tidakkah kita telah menodai UUD 1945 sebagi dasar negara saat kita hanya diam melihat apa yg terjadi? atau memang sudah seperti sekarang pola yang terjadi dinegara kita, hanya diam dan tidak pernah merasa punya rasa empaty untuk ikut bertanggung jawab atas apa yg terjadi. Bukankah kita sering memandang sebelah mata ketika melihat anak-anak kecil dijalanan pada saat jam sekolah? Tanpa coba berpikir pada sudut lain kenapa ada pilihan seperti itu, atau memang para pemimpin kitapun sudah terlena dengan kekuasaannya dan melupakan visi misi saat menghimpun masa untuk dapatkan kursi, sungguh sangat menyedihkan!!!! Yang perlu dilakukan sekarang adalah kesadaran individual dan komunal secara bersamaan, tidak ada kepentingan pribadi yang lebih penting dibanding kepentingan negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa lewat jalur pendidikan. Dan kita harus kembali melihat konstitusi yang ada bukan hanya sebagai tulisan tanpa makna tapi harus dipahami sebagai amanat untuk dilaksanakan.

Akhirnya kita tidak bisa hanya berpangku tangan untuk sekedar melihat atau mengandalkan satu pihak saja untuk mengatasi masalah yang ada, tapi masing-masing harus bergerak bersama mewujudkan cita-cita bangsa. Pemerintah sebagai pelaksana harus benar-benar melaksanakan sesuai yang diamanatkan, lembaga legislatif dan judikatif harus benar-benar mewakili suara rakyat yang akhirnya bisa membuat regulasi yang memihak kepentingan rakyat, dan melakukan pengawasan yang objektif terhadap pelaksanaan konstitusi. Warga negara biasa harus ikut serta dalam mewujudkan cita-cita mencerdaskan kehidupan bangsa meskipun dengan hal yang paling sederhana. Jadi sudah sangat jelas bahwa pendidikan untuk seluruh warga indonesia tanpa terkecuali.

~ dee’s ~

Jumat, 06 Maret 2009

Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)

(pusat kegiatan belajar masyarakat) PKBM "Paradigma"
didirikan pada tanggal 7 januari 2008, oleh Muhammad Rizal di Desa baebunta Kecamatan Baebunta Kabupaten Luwu Utara.
PKBM ini memiliki ruang lingkup kerja seperti mengelolah Paket A, B, C, lembaga kursus komputer dan bahasa inggris serta life skill lainnya.
PKBM ini masih terbilang baru dan belum sempat mendapat program dari pemerintah Kab. Luwu Utara. Namun kegiatan yang dilaksanakan sekarang adalah pengumpulan data masyarakat yang putus sekolah, dan melaksakanakan kursus komputer (mengutamakan orang kurang mampu). rizal